Beranda | Artikel
Shalat Setelah Thawaf Boleh di Hotel?
Selasa, 16 Agustus 2016

Shalat Setelah Thawaf Boleh di Hotel

Setelah thawaf, kita akan melaksanakan shalat di belakang maqam ibrahim. menurut teman saya, kita bisa mengerjakan di antara kabah dan maqam ibrahim, tapi karena tempat terbatas jadi pengerjaannya persis di belakang maqam ibrahim. benarkah demikian? mohon penjelasannya

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ulama sepakat bahwa shalat sunah setelah thawaf dianjurkan untuk dikerjakan di belakang maqam Ibrahim. Dan ini berlaku jika memungkinkan, tanpa mengganggu orang lain atau aman dari gangguan orang lain.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,

قدم النبي – صلى الله عليه وسلم – فطاف بالبيت سبعاً، وصلَّى خلف المقام ركعتين، ثم خرج عليه الصلاة والسلام إلى الصفا

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di masjid, beliau langsung thawaf di ka’bah 7 kali, lalu shalat 2 rakaat di belakang maqam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar masjid  menuju shafa.” (HR. Bukhari 395 & Muslim 1233).

Namun para ulama berbeda pendapat, mengenai batasan tempat pelaksanaan shalat setelah thawaf.

Pertama, shalat setelah thawaf bisa dikerjakan di manapun dan tidak disyaratkan harus dikerjakan di tempat tertentu. Bahkan boleh dikerjakan di luar tanah haram. Atau bahkan bisa ditunda dan dikerjakan ketika kembali ke daerahnya.

Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, as-Syafii, dan Ahmad. Hanya saja, Imam as-Syafii menganjurkan siapa yang mengakhirkan shalat ini hingga kembali ke rumah, agar dia membayar dam.

Ibnu Abidin –ulama Hanafiyah – menjelaskan tentang tempat shalat setelah thawaf,

وفي اللباب: ولا تختص بزمان ولا مكان ولا تفوت ، فلو تركها لم تجبر بدم ، ولو صلاها خارج الحرم ، ولو بعد الرجوع إلى وطنه جاز ، ويكره

Dapat kitab al-Lubab; “Tidak harus dilakukan di waktu tertentu atau tempat tertentu, tidak ada denda jika tidak dilaksanakan. Jika ditinggalkan, tidak harus membayar dam. Jika dikerjakan di luar tanah haram, bahkan meskipun setelah kembali ke daerahnya, hukumnya boleh, meskipun makruh. (Hasyiyah Ibnu Abidin, 2/499).

An-Nawawi mengatakan,

قال الشافعي فان لم يصلهما حتى رجع إلى وطنه صلاهما وأراق دما قال واراقة الدم مستحبة لاواجبة

As-Syafii mengatakan, Jika tidak sempat mengerjakan shalat sunah setelah thawaf sampai dia kembali ke daerahnya, maka dia boleh mengerjakanya, dan membayar dam. Beliau mengatakan, membayar dam di sini hukumnya anjuran dan tidak wajib. (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/53).

Kedua, Boleh dikerjakan di manapun dengan syarat, belum batal wudhunya sejak selesai thawaf

Jika dia telah pulang ke daerahnya, boleh dia kerjakan shalat sunah thawaf, namun dianjurkan mengirim sejumlah uang untuk digunakan bayar dam (hadyu). Ini merupakan pendapat Imam Malik.

Keterangan Imam Malik ,

إن طاف بالبيت في غير إبان الصلاة فلا بأس أن يؤخر صلاته وإن خرج إلى الحل ، فليركعهما في الحل ويجزئانه ما لم ينتقض وضوءه

Jika orang thawaf di Ka’bah…, tidak masalah mengakhirkan shalat sunah setelahnya, meskipun keluar dari tanah haram. Dia bisa shalat di luar tanah haram, dan itu sah, selama wudhunya belum batal. (al-Mudawanah, 1/426).

Ketiga, harus dikerjakan di dalam tanah haram, meskipun di luar masjid.

Jika dikerjakan di luar tanah haram, maka shalatnya tidak sah. Ini merupakan pendapat Sufyan at-Tsauri. Dan menurut riwayat lain, Sufyan at-Tsauri mempersyaratkan bahwa shalat sunah ini harus dikerjakan di belakang maqam ibrahim.

An-Nawawi mengatakan,

نقل أصحابنا عن سفيان الثورى : أن هذه الصلاة لا تصح إلا خلف المقام . ونقل ابن المنذر عن سفيان الثوري : أنه يصليهما حيث شاء من الحرم

Para ulama madzhab kami menukil keterangan dari Sufyan at-Tsauri bahwa shalat ini tidak sal kecuali jika dikerjakan di belakang maqam Ibrahim. (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/62).

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa shalat ini boleh dikerjakan dikerjakan walau di luar tanah haram. Dan tidak disyaratkan harus tidak batal dari wudhu ketika thawaf. Karena shalat ini tidak harus dilakukan bersambung dengan thawaf.

Diantara dalil yang mendukung pendapat ini adalah hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekah dan hendak keluar, Ummu Salamah belum melakukan thawaf, dan juga hendak keluar Mekah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أُقِيمَتْ صَلاَةُ الصُّبْحِ فَطُوفِى عَلَى بَعِيرِكِ ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ

Ketika iqamah shalat subuh dikumandangkan, lakukanlah thawaf di atas ontamu, ketika orang sedang melakukan shalat.

Ummu Salamah-pun melakukan saran ini dan beliau tidak sempat shalat sunah setelah thawaf , hingga beliau keluar dari tanah haram. (HR. Bukhari 1626 dan Nasai 2939).

Hadis ini dalil paling tegas, bahwa shalat sunah setelah thawaf tidak disyaratkan harus dikerjakan di luar tanah haram atau di dalam masjid, atau di belakang maqam Ibrahim.

Dalil kedua, praktek Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Al-Bukhari mengatakan,

وطاف عمر بعد الصبح فركب حتى صلى الركعتـين بذي طوى

Umar melakukan thawaf setelah subuh, lalu beliau naik kendaraan dan melakukan shalat sunah setelah thawaf di Dzi Tuwa. (HR. Bukhari secara muallaq)

Satu tempat di Mekah ke arah Tan’’im.

Karena itu, bagi jamaah yang tidak memungkinkan shalat sunah setelah thawaf di belakang maqam, dia bisa shalat di tempat manapun di masjidil haram. Jika tidak memungkinkan, bisa shalat di luar masjidil haram, atau di hotel.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/28238-shalat-setelah-thawaf-boleh-di-hotel.html